Kritik Santri Cerdas. Stop! Kata "Kafir" Untuk "Non Muslim"
Apa kabar sahabat? Semoga kita semua selalu mendapatkan pertolongan dari Allah Swt dalam segala hal, ahir-ahir ini umat islam selalu di buat kebingungan oleh orang islam sendiri, kalau dulu kala para sesepuh menggunakan berbagai cara agar orang non muslim lebih tertatik memeluk agama islam di banding agama yang ia yakini.
Dengan cara yang halus dan santun banyak orang non muslim tertarik untuk mengenal islam, sedangkan ahir-ahir ini banyak para penceramah menggunakan kata kafir atau kata lain yang di tujukan kepada orang islam, hanya karena argumentasinya berbeda.
Baca Juga: 4 GOLONGAN MANUSIA MENURUT SYEIKH ABDUL QODIR AL JILANI
Baca Juga: 4 GOLONGAN MANUSIA MENURUT SYEIKH ABDUL QODIR AL JILANI
Apakah non muslim akan tertarik memeluk islam, ketika melihat kenyaataan seperti ini, hati kecil saya, jangankan orang non muslim tertarik orang islam saja yang kekuatan imannya masih lemah, akan merasa rugi memeluk agama islam, karena umat islam ribut sesama islamnya.
Nah, agar umat islam tetap santun dengan warga negara Indonesia, maka kata "kafir" di ganti dengan istilah non muslim, agar kedengarannya lebih kalem, ini hasil bahsul masail dan munas di jawa barat.
Keputusan hasil munas ini banyak menuai reaksi dari kalangan pemuda islam, agar islam tetap damai, santun sesuai dengan jalannya, saya sedikit tergelitik untuk membuat artikel yang merespon positif terkait kata-kata kafir di rubah menjadi istilah non muslim agar tidak terkesan urakan.
Bentuk panggilan (nida’) pakai kata “kafir” dalam Alqur’an hanya ada dua kali, yakni (1) surat at-Tahrim ayat 7, dan (2) surat al-Kafirun ayat 1.
Bandingkan dengan panggilan pakai kata “Ahlul kitab” yang mencapai 12 kali dalam Alqur’an, dan semuanya adalah ayat Madaniyyah, yakni ayat yang diturunkan pada periode Nabi SAW telah hijrah ke Madinah dan membentuk masyarakat Madinah yang majemuk sebagai "ummah". 12 ayat tersebut adalah: surat Ali Imran ayat 64, 65, 70, 71, 98, dan 99; surat an-Nisa’ ayat 171; surat al-Ma’idah ayat 15, 19, 59, 68, dan 77.
Pertama
Surat at-Tahrim memang adalah surat Madaniyyah, yakni turun pada periode Nabi SAW sudah tinggal di Madinah. Namun panggilan pakai kata “kafir” pada ayat itu tidak tertuju kepada konteks kehidupan di dunia, melainkan kehidupan di akhirat, yakni ketika orang-orang yang kafir hendak dimasukkan ke dalam api neraka.
Syaikh Ahmad ash-Shawi, dalam kitabnya, “Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain”, menerangkan bahwa kata “al-yaum” dalam ayat itu merujuk pada makna “hari pembalasan” (yaum al-jaza’). Karena itu, orang-orang kafir tidak bisa lagi mohon ampunan kepada Allah SWT, karena hari itu sudah bukan hari pengampunan lagi, alias “pintu ampunan sudah ditutup”. (Lihat: Hasyiyah ash-Shawi, juz IV, halaman 222).
Kedua
Surat al-Kafirun adalah surat Makkiyah, yakni turun pada periode Nabi SAW masih tinggal di Mekkah, belum hijrah ke Madinah. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, al-Hasan, dan ‘Ikrimah. Sementara menurut Qatadah dan adh-Dhahhak, surat ini adalah surat Madaniyyah. Namun, dilihat dari sebab turunnya ayat, pendapat yang pertama adalah yang lebih kuat.
Syaikh as-Shawi menjelaskan bahwa ayat tersebut turun dalam rangka merespon perilaku sejumlah tokoh Quraisy, yakni al-Walid ibn al-Mughirah, al-‘Ash ibn Wa’il, al-Aswad ibn Mutthalib, dan Umayyah ibn Khalaf. Mereka mendatangi Nabi SAW seraya berkata dengan pongah, “Ya Muhammad, kita coba begini. Kamu menyembah tuhan-tuhan kami dan kami menyembah Tuhan kamu, setahun saja. Jadi kita bisa sama-sama bisa membuktikan siapa di antara kita yang menyembah tuhan yang benar”. (Lihat: Hasyiyah ash-Shawi, juz IV, halaman 358).
Baca Juga:
AKTA TUDUHAN MIRING TERHADAP NU SUDAH DARI DULU
AHMAD AL-GHUMARI MENENTANG AKIDAH ASY'ARIYAH
Baca Juga:
AKTA TUDUHAN MIRING TERHADAP NU SUDAH DARI DULU
AHMAD AL-GHUMARI MENENTANG AKIDAH ASY'ARIYAH
Itulah sebabnya, panggilan pakai kata “kafir” pada ayat itu tertuju pada orang-orang kafir Quraisy di Mekkah yang ketika itu sangat memusuhi beliau, bahkan menggunakan segala macam cara, termasuk cara kekerasan dan teror, untuk menghentikan dakwah beliau.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa adalah tidak tepat, jika bentuk panggilan pakai kata “kafir” dalam dua surat di atas, terutama surat al-Kafirun, dipakai sebagai argumen untuk menolak gagasan penyebutan istilah “non-Muslim” bagi umat beragama selain Islam dalam konteks kehidupan sosial-budaya dan prinsip kerukunan antarumat beragama di negara kita tercinta.
Sumber facebook
Dari Santri Untuk Dunia
Posting Komentar untuk "Kritik Santri Cerdas. Stop! Kata "Kafir" Untuk "Non Muslim""
Anda Mendapatkan Manfaat Dari Informasi Galeri Kitab Kuning? Tulis Komentar dengan Sopan, dan Tanpa memberi Link Aktif atau Non Aktif
Jangan Pakai Bahasa Yang Negative
Mohon maaf jika balasan kami telat, dan sesegera mungkin akan kami tanggapi.
Hormat Kami
Admin Galeri Kitab Kuning