Biografi KH. Ahmad Yasin Asymuni, Penulis Ratusan Kitab Asal Kediri
Galeri Kitab Kuning | Indonesia sebenarnya tidak kekurangan ulama. Banyak sekali para ulama asal Indonesia yang namanya dikenal hingga mancanegara.
Kepakaran mereka di bidang ilmu agama, dibuktikan dengan karya-karyanya yang dibaca secara luas, mulai dari fikih, suhul fikih, tashawuf, hingga tafsir.
Baca Juga : Biografi Pengarang Lagu Ya Lal Watho, KH. Wahab Chasbullah
Salah satu ulama asal Indonesia di masa sekarang, yang namanya dikenal, adalah KH. Yasin Asymuni, yang dikenal sebagai salah satu ulama produktif dan berhasil menyusn ratusan kitab.
Layak untuk diketahui, bagaimana ulama asal Petuk, Kediri tersebut memulai pendidikan, hingga menjadi seperti sekarang ini. Berikut ini kami sajikan Profil KH. Yasin Asymuni, Sang Penulis Ratusan Kitab Asal Kediri.
Biografi KH. Ahmad Yasin Asymuni
Lahirnya KH. Yasin Asymuni
Suasana damai dan tentram menaungi Dusun Petuk Desa Puhrubuh Kecamatan Semen Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur mencerminkan kerukunan dan persaudaraan antara sesama warga. Di desa yang terletak di sebelah barat kurang l..kebih 7 km dari jantung kota Kediri tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1963 lahirlah seorang anak laki-laki dari pasangan K. Asymuni dan Ibu Nyai Hj. Muthmainah yang diberi nama Ahmad Yasin. K. Asymuni adalah seorang tokoh agama yang alim dan mumpuni dalam ilmu agama, kalau membaca kitab kuning tanpa makna (kosongan), utamanya di bidang ilmu fikih, ilmu falak, ilmu tasawuf, bahkan K. Asymuni hafal kitab Alhikam.
Pak yaiAhmad Yasin pada usia balita dan anak-anak sama seperti teman-teman seusianya, suka bermain, dan seterusnya, tetapi semenjak umur 6 tahun sampai 12 tahun mulai terlihat tanda-tanda sebagai penerima tongkat estafet perjuangan ajaran ulama pewaris nabi, ia lebih cerdas dan lebih dewasa “dibandingkan” dengan teman-teman seusianya ketika bermain/bersama temanya. Ia selalu dijadikan pemimpin dan dia bisa mendamai-kan teman-temannya apabila berselisih atau bertengkar.
Riwayat Pendidikan
Mulai usia 6 tahun, Ahmad Yasin di samping sekolah dasar (SD) pada pagi hari, sore harinya sekolah di MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri), pada malam harinya diajar sendiri oleh Ayahnya, yaitu membaca Alquran, menulis Arab, memahami dasar-dasar qaidah, fiqh, tajwid, dll.
Hari, bulan, dan tahun terus berputar sehingga pada tahun 1975 Ahmad Yasin telah lulus SD kemudian melanjutkan sekolah di Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo Kota Kediri yang berjarak + 5 km dari dusun Petuk dengan tanpa patah semangat. Setiap hari perjalanan (Lirboyo – Petuk) ditempuh dengan naik sepeda pancal.
Tiga tahun kemudian Ahmad Yasin sudah menyelesaikan sekolah tingkat Tsanawiyah, kendati sebagai siswa yang tidak menetap di pondok (nduduk), Ahmad Yasin dinobatkan sebagai siswa tauladan (di pondok pesantren Lirboyo belum pernah terjadi seorang siswa yang nduduk (tidak mukim di pondok) menjadi siswa teladan kecuali Ahmad Yasin). Supaya bisa lebih meningkatkan aktivitas belajar, mulai tahun pertama masuk sekolah tingkat Aliyah, Ahmad Yasin bermukim di pondok pesantren Lirboyo Kota Kediri.
Tanpa terasa pada tahun 1982 Ahmad Yasin sudah menyelesaikan (tamat) pendidikan tingkat Aliyah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo yang kemudian melanjutkan pendidikan Arrabithah di pesantren yang sama.
Menjadi Kepala Sekolah Pesantren Lirboyo
Setelah Ahmad Yasin tamat sekolah, hari-harinya dihabiskan untuk menelaah kitab-kitab kuning terutama kitab-kitab fikih, satu persatu dipelajari, diberi makna, dan dicatat bila ditemukan keterangan–keterangan yang dapat diaplikasikan di masyarakat untuk menjawab masalah-masalah yang berkembang di masyarakat baik yang bersifat kasuistik, insidentil, dan atau masalah lama yang perlu diketahui oleh masyarakat jawaban hukumnya sesuai perkembangan budaya teknologi dan pengaruh global.
Beliau adalah orang yang memegang prinsip : “Menuntut ilmu tidak ada batas umur dan tidak mengenal waktu.” Oleh karena itu, beliau suka mentelaah kitab-kitab / buku-buku baik dari karya orang dahulu (kutubut turos) atau yang kontemporer (muasarah). Bahkan beliau tetap gemar membaca walaupun sudah diangkat menjadi guru, dan diangkat menjadi kepala sekolah (Mudier) dan setelah pulang dari pondok sampai sekarang (tahun 2010 m) masih tetap melakukannya.
Pada tahun 1983 Ahmad Yasin diangkat menjadi guru bantu (Munawwib) di kelas 6 Ibtidaiyah, pada tahun 1984 diangkat menjadi guru tetap (Mustahiq) kelas 4 Ibtidaiyah Pondok Pesantren Lirboyo, (aturannya sederhana mustahiq mengikuti muridnya dari kelas ke kelas sampai kelas 3 Aliyah). Pada tahun 1989 Ustadz Ahmad Yasin diangkat menjadi Mudier (Kepala Masdrasah) sampai tahun 1993 bersamaan dengan tamat selesainya menjabat sebagai Mustahiq kelas 3 Aliyah. (di pondok pesantren Lirboyo belum pernah terjadi seorang mustahiq merangkap menjadi Mudier, kecuali Ustadz Ahmad Yasin)
Ahmad Yasin setelah khatam pelajaran Alfiyah Ibnu Malik kelas II Tsanawiyah tahun 1979 sampai tahun 1988 waktu liburan bulan puasa selalu mengikuti pengajian kilatan di pondok–pondok pesantren yang mengadakan kilatan seperti pondok Batokan Kediri, Sumberkepoh Nganjuk, Suruh Nganjuk, Paculgowang Jombang, dan Ngunut Tulungagung. Setelah itu pada tahun 1989 mulai membaca kitab–kitab dengan sistem kilatan sampai sekarang (tahun 2009) di pondok Petuk.
Pada itu pula yakni tahun 1993 Ustadz Ahmad Yasin pulang ke kampung halamannya untuk mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Hidayatut Thullab.
Kutu Kitab
Kultur pondok pesantren di Kediri adalah syarat mutlak seorang Pengasuh harus ahli membacakan kitab kuning pada santrinya dengan makna (arti) bahasa Jawa. Hal itu tidak mudah dicapai karena orang membaca kitab di samping harus menguasai ilmu sharaf, ilmu nahwu, ilmu balaghah, dan ilmu alat lainnya juga harus piawai membaca, memahami arti dan maksud dalam kitab yang dibaca.
Pada tahun 1985 Ustadz Ahmad Yasin mulai membaca kitab kuning. Kitab yang pertama kali dibaca adalah مجموع صرف dan seterusnya beliau selalu membaca kitab dari berbagai macam disiplin ilmu seperti ilmu nahwu, balaghah, fiqh, tafsir, hadits, dan lain sebagainya.
Di pondok Lirboyo, beliau tercatat seorang pembaca kitab yang paling banyak pesertanya, kalau kebiasanya diikuti + 50 santri, beliau diikuti 300 – 500 santri.
Pengurus Bahstul Masail
Pada tahun 1984 Ustadz Ahmad Yasin diangkat menjadi Pengurus Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Lirboyo juga tercatat sebagai perintis bahtsul masail di Pondok Pesantren Lirboyo setelah cukup lama fatrah. Di samping beliau sering menjadi delegasi (peserta) dari Pondok Pesantren Lirboyo untuk mengikuti bahtsul masail yang diadakan oleh Pondok–pondok Pesantren, RMI, dan NU. Juga selalu ditunjuk menjadi Tim Perumus baik di Pondok–pondok Pesantren, RMI Pusat, NU Jatim, Munas Alim Ulama dan Muktamar NU tepatnya beliau menjadi Tim Perumus Muktamar NU mulai muktamar di Krapyak Yogyakarta pada tahun 1989 dan menjadi Mushahih FMPP mulai tahun 1992 sampai sekarang. Dua periode menjabat Ketua LBM NU wilayah Jawa Timur kemudian diangkat menjadi Pengurus Syuriyah NU Jatim, (menurut ketentuan AD/ART, Syuriyah tidak boleh merangkap Lembaga) dan menjadi Wakil Ketua LBM NU Pusat (PBNU) sampai sekarang (tahun 2010).
Karya Kitab
Ustadz Ahmad Yasin menyimpulkan bahwa berdakwah dan tabligh (menyampaikan ilmu kepada masyarakat) bisa melalui 3 hal, yaitu :
- Memberikan contoh prilaku yang baik (bil hal) kepada masyarakat.
- Melalui lisan dengan mengajar, membaca kitab, ceramah, dialog, seminar, dll.
- Melalui karya tulis.
Pada tahun 1989 beliau mulai berpikir untuk berdakwah dan tabligh melalui karya tulis. Karya perdananya berjudul تَسْهِيْلُ الْمُضَحِّي (dengan menggunakan bahasa Jawa) kemudian buku dengan judul تَسْهِيْلُ الْعَوَّامِ yang berisi tanya jawab masalah agama yang berisi 300 pertanyaan.
Setelah dievaluasi setahun kemudian beliau menganggap kitab tersebut di atas kurang diminati masyarakat. Kemudian beliau mecoba menulis dengan bahasa Arab dengan judul رِسَالَةُ الْجَمَاعَةِ, تَحْقِيْقُ الْحَيَوَانِ, dll. Sampai sekarang (tahun 2010) sudah mencapai 150-an judul (semua berbahasa Arab) dan lebih diminati oleh masyarakat luas, seperti di pondok pesantren di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dll di seantero Indonesia raya bahkan sampai di Malaysia, Timur Tengah, dan Inggris. Banyak masyarakat yang memanfaatkan atau mempelajari karya tersebut, semua itu dapat dibuktikan dengan banyaknya orang yang datang langsung ke Pondok Pesantren Petuk untuk meminta ijazah (minta izin) untuk mempelajari kitab tersebut, misalnya dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, dll. Di perpustakaan PBNU karya beliau juga ditaruh di jajaran karya tokoh – tokoh nasional, seperti KH. A. Shiddiq dari Jember, KH. Sahal Mahfudh dari Kajen Pati Jateng, dll.
Pada tahun 2003, KH. A. Yasin Asymuni kedatangan tamu dari Inggris, yaitu Mr. Yakiti minta izin untuk mencatat beliau untuk dimasukkan dalam 100 tokoh Islam dunia karena karya tulisnya sudah banyak dipelajari di sana dan kebanyakan muslim di Inggris bermadzhab sama dengan beliau, yaitu madzhab Syafi`i. Mr. Yakiti semakin simpati kepada KH. A. Yasin Asymuni,
(1) karena waktu itu Mr. Yakiti membawa foto kopi karya tulis Imam Ghazali yang membahas falsafah dan baru ditemukan di Iran, karena tulisannya banyak yang hilang beliau dimintai tolong untuk mengisi yang hilang dan menerangkan maksudnya. Setelah dijelaskan dengan bahasa Arab, Mr. Yakiti, manggut – manggut mengiyakan sambil berkata : “Ini sudah saya tanyakan kepada ulama Timur Tengah, ulama Malaysia, dan ulama Indonesia baru sekarang saya paham.”
(2) ketika beliau ditanya tentang teroris, mendukung atau menentang? Beliau menyampaikan banyak dalil – dalil yang isinya menentang gerakan teroris. Dan beliau juga menegaskan bahwa, sekarang sudah tidak ada kafir harbi artinya tidak ada celah yang dibuat alasan untuk membunuh orang kafir kecuali kalau mereka menyerang orang Islam.
Pada tanggal 2 Januari 2011, KH. A. Yasin Asymuni mendapat Piagam Penghargaan dari Kementrian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Islam atas jasanya dalam bidang keilmuan/akademik sebagai Penulis Produktif dalam kajian kitab di pondok pesantren.
MP3 dan Kitab Bermakna Jawa
KH. A. Yasin Asymuni berpegang prinsip : Bagi yang mempunyai ilmu agama tidak boleh kitmanul ilmi (menyimpan dan merahasiakan ilmunya), maka beliau tidak pernah menolak kepada siapapun yang minta ilmunya, baik melalui pengajian, dialog, ceramah, dan sebagainya termasuk kitab–kitab yang sudah diberi makna bahasa Jawa ketika difoto kopi, beliau mempersilahkan. Namun setelah banyak yang datang memfoto kopi, beliau berinspirasi untuk mencetak kitab–kitab yang bermakna.
Beliau setiap bulan puasa membaca kitab–kitab kuning + 30 kitab pesertanya tidak hanya santri yang menetap di Petuk, tetapi dari pondok–pondok di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dll. Maka, setelah kitab makna dicetak, respon dari pondok–pondok pesantren cepat meluas, bahkan banyak ustadz – ustadz dan Kyai yang minta diberi makna kitab–kitab yang cukup banyak sampai kualahan memenuhi permintaanya, sampai sekarang masih banyak yang belum bisa dipenuhi seperti Iiqaadhul Himam, Rathibul Haddad, Almukaasyafah, dll.
Kitab bermakna pada dasarnya untuk membantu para ustadz yang membaca kitab, karena tidak mempunyai makna atau mempunyai makna tetapi kurang komplit (penuh) maknanya, tetapi sekarang berkembang kepada siswa madrasah banyak yang melaporkan di madrasah yang pelajarannya banyak/kitab–kitabnya besar–besar waktunya tidak cukup untuk membacakan makna dan menerangkan, biasanya tidak bisa khatam, sekarang guru cukup memberi batasan besoknya tinggal menyuruh membaca, guru bisa menerangkan, evaluasi dan diskusi.
Pada tahun 2006 M, seorang ustadz minta kitab yang maknanya lebih komplit lagi, ada yang minta dibuatkan CD MP3 supaya lebih mudah lagi untuk membaca. Untuk memenuhi permintaan tersebut, beliau setiap mengaji direkam dan dimasukkan dalam CD MP3, seperti Almahali, Fathul Mu’in, Fathul Qarib, Bulughul Maram, dll.
Mendirikan Pesantren
Pada tahun 1993 M, KH. A. Yasin Asymuni mendirikan pondok pesantren yang diberi nama “Pondok Pesantren Spesialis Fiqh Hidayatut Thullab.” Keistimewaan pondok ini adalah mengarah kepada pendalaman fikih, ilmu – ilmu dipelajari dengan waktu yang relatif singkat, seperti sharaf 1 tahun, nahwu 2 tahun, balaghah 1 tahun. Setelah itu sudah takhasshus fiqh. Mengapa beliau tidak memilih hadis, dll.? Karena ilmu fikih adalah ilmu tentang semua hukum Allah, sedangkan semua kehidupan manusia tidak lepas dari hukum fikih, maka fikih sangat besar manfaatnya.
Diskusi Dan Dialog Interaktif
Ahmad Yasin tercatat sebagai santri yang cerdas, tekun dalam belajar dan banyak menguasai disiplin ilmu, utamanya ilmu fikih, ilmu alat (ilmu sharaf, nahwu, balaghah). Oleh karena itu, ketika beliau menjadi ustadz banyak ustadz – ustadz lain yang bertanya tentang pelajaran – pelajaran yang mereka anggap sulit dan masalah fikih (hukum Islam) yang berkembang di masyarakat.
Pada sekitar tahun 1988-an Pondok Pesantren Lirboyo mengadakan konsultasi agama di alun–alun kota Kediri dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI, Ustadz Ahmad Yasin ditugaskan untuk menjawab orang–orang yang berkonsultasi dari berbagai aliran di kota Kediri, Seperti LDII, Muhammadiyah, Wahidiyyah, dll.
KH. Ahmad Yasin terkenal ahli dalam bahtsul masail (forum membahas dan menjawab masalah agama yang berkembang di masyarakat) dan beliau sering ditanya masalah agama oleh masyarakat luas bahkan oleh tokoh–tokoh agama baik melalui surat, telepon, SMS atau datang langsung menemuinya.
Sejak tahun 2005 sampai sekarang (tahun 2010) KH. Ahmad Yasin mengadakan Istighatsah, Pengajian Kitab Alhikam, dan Dialog Interaktif yang diikuti oleh masyarakat sekitar. Mereka bisa bertanya tentang hukum Islam dan minta ijazah doa–doa untuk menyembuhkan penyakit, mengusir jin, menambah daya ingat dan kecerdasan, dll.
Pada tahun 2009 KH. Ahmad Yasin mengadakan Istighatsah dan Dialog Interaktif se-Kabupaten Kediri yang diekspos banyak media masa, seperti Dhoho TV, KakaTV, radio Arafah FM, dan Bonansa FM. Istighatsah dan Dialog Interaktif diadakan setiap 35 hari sekali tepatnya pada malam Sabtu Legi tempatnya berpindah–pindah di kawasan Kabupaten dan Kota Kediri. Masyarakat bisa bertanya masalah–masalah agama dan doa untuk bermacam–macam tujuan.
Pengalaman Organisasi
- Tokoh Sentral Istigotsah, Pengasuh Pon.Pes Hidayatut Thullab, Pengurus NU PW Jatim & PB Jakarta
- Ahli dibidang Lembaga Bahsul Masail (LBM), menjadi Mushohih LBM seJawa-Madura, Pernah menjadi ketua LBM PW NU Jatim, Ketua LBM PBNU, Ketua Tim Ahli LBM PBNU, Menjadi perumus MUNAS & MU’TAMAR
- Pernah mendapat penghargaan sebagai Penulis produktif Kitab Kuning dari Kementrian Agama RI
- Ahli Dalam Bidang Gemblengan Kesaktian, Tidak Mempan Senjata Tajam dan Pemberian Ijazah Amalan-Amalan Untuk Segala Macam Tujuan Kepada Masyarakat Dari Segala Penjuru Baik Dari Pulau Jawa, Luar Jawa Bahkan Sampai Luar Negri (Timur-timur, Malaysia, China, Ingris, Thailand, dll.)
Banyak menemukan obat-obatan yang belum diketahui oleh medis (ilmu kedokteran) seperti menyembuhkan kista, menambah HB dll. Karena beliau bisa mengetahui apa yang terkandung didalam pohon, buah dan daun.
Demikian informasi tentang Profil KH. Ahmad Yasin Asymuni, seorang kiai produktif, penulis ratusan kitab asal Petuk Kediri, semoga bermanfaat.
Sumber : http://www.pphtpetuk.or.id/
Posting Komentar untuk "Biografi KH. Ahmad Yasin Asymuni, Penulis Ratusan Kitab Asal Kediri"
Anda Mendapatkan Manfaat Dari Informasi Galeri Kitab Kuning? Tulis Komentar dengan Sopan, dan Tanpa memberi Link Aktif atau Non Aktif
Jangan Pakai Bahasa Yang Negative
Mohon maaf jika balasan kami telat, dan sesegera mungkin akan kami tanggapi.
Hormat Kami
Admin Galeri Kitab Kuning