Galeri Kitab Kuning | Islam memberikan kesempatan bagi umatnya untuk beribadah secara luas. Sehingga, dimanapun, kapanpun, berprofesi apapun, mereka dapat beribadah sebagai bentuk ketaatan hamba kepada penciptnyam yakni Allah swt.
Namun, meski demikian, Islam juga memberikan ketentuan-ketentuan ibadah, ada yang wajib dilaksanakan, adapula yang sunnah.
Wajib dengan artian, harus dikerjakan bagi mereka yang memenuhi syarat, dan tentu akan mendapatkan siksa dan dosa saat tidak ditinggalkan.
Sementara sunnah, adalah ibadah yang memungkinkan pelakunya mendapat pahala, dan tidak mendapat siksa / doa jika meninggalkannya.
Disisi lain, ada beberapa amalan ibadah, yang kerap kali mendapatkan tudingan, dan kritikan bahkan perdebatan, antara lain adalah Puasa Rajab.
Baca Juga : Teks Bacaan Doa Masuk Bulan rajab - Allahumma Barik Lana Fi Rajaba
Beberapa kelompok Islam, mulai mempertanyakan dalil dari puasa Rajab tersebut, ada yang menyebutnya bid'ah sesat yang harus ditinggalkan. Lantas apakah betul demikian? berikut ini jawabannya.
Dalil-dalil Puasa Rajab
Akan banyak pertanyaan seputar puasa ini, yang paling lumtah adalah, apakah Rasulullah saw pernah melaksanakan puasa bulan Rajab?
Untuk mejawab pertanyaan tersebut, ada baiknya menyimak sebuah riwayat yang berisi dialog antara Utsman Ibn Hakim al-Anshari dan Sa’id Ibn Jubair.
Dialog tersebut, disebutkan dalam Imam Muslim dalam Kitab Shahih Muslim, dengan redaksi sebagai berikut:
حدثنا عثمان بن حكيم الأنصاري، قال: سألت سعيد بن جبير عن صوم رجب ونحن يومئذ في رجب، فقال: سمعت ابن عباس رضي الله عنهما يقول: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر، ويفطر حتى نقول لا يصوم
Artinya, "Utsman bin Hakim al-Anshari berkata, ‘Saya pernah bertanya kepada Sa’id Ibnu Jubair terkait puasa Rajab dan kami pada waktu itu berada di bulan Rajab. Said menjawab, ‘Saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW berpuasa (berturut-turut) hingga kami menduga Beliau SAW selalu berpuasa, dan Beliau tidak puasa (berturut-turut) sampai kami menduga Beliau tidak puasa,’” (HR Muslim).
Berkenaan dengan jawaban Sa’id Ibnu Jubair saat ditanya hukum puasa Rajab, al-Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj, kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan sebagai berikut:
الظاهر أن مراد سعيد بن جبير بهذا الاستدلال أنه لانهى عنه ولا ندب فيه لعينه بل له حكم باقي الشهور ولم يثبت في صوم رجب نهي ولا ندب لعينه ولكن أصل الصوم مندوب إليه وفي سنن أبي دود أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ندب إلى الصوم من الأشهر الحرم ورجب أحدها
Artinya, “Istidlal yang dilakukan Sa’id Ibnu Jubair menunjukan tidak ada larangan dan kesunahan khusus puasa di bulan Rajab. Hukumnya disamakan dengan puasa di bulan lainnya, sebab tidak ada larangan dan kesunahan khusus terkait puasa Rajab. Akan tetapi hukum asal puasa adalah sunah. Di dalam Sunan Abu Dawud disebutkan Rasulullah SAW menganjurkan puasa di bulan haram (bulan-bulan terhormat). Sementara Rajab termasuk bulan haram.”
Selain hal tersebut diatas, ada pula yang menegaskan bahwa hadits-hadits berkenaan dengan sunnah puasa Rajab adalah Maudhu', dalam hal ini Imam Ibnu Hajar al-Haitami memberikan jawaban, yang dapat disimpulkan dalam empat poin:
#1.Tentang hadits Maudhu'
memang betul terdapat beberapa hadits puasa Rajab yang maudlu’ (palsu), hanya saja para ulama dalam menetapkan kesunahan berpuasa Rajab sama sekali tidak berpegangan pada hadits tersebut. Beliau menegaskan:
نَعَمْ رُوِيَ في فَضْلِ صَوْمِهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ مَوْضُوعَةٌ وَأَئِمَّتُنَا وَغَيْرُهُمْ لم يُعَوِّلُوا في نَدْبِ صَوْمِهِ عليها حَاشَاهُمْ من ذلك وَإِنَّمَا عَوَّلُوا على ما قَدَّمْته وَغَيْره
“Betul demikian, terdapat banyak hadits palsu yang menerangkan keutamaan berpuasa Rajab, hanya saja para imam kita dan yang lain tidak berpedoman pada hadits-hadit tersebut, dan sungguh tidak mungkin bila hal tersebut tetjadi. Akan tetapi mereka berpegangan pada argumen yang telah saya sampaikan dan dalil-dalil lainnya.”
(Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatâwâ al-Fiqhiyyah al-Kubrâ, Beirut, Dar al-Fikr, 1983, juz 2, halaman 53)
#2. Puasa Rajab Tercakup Dalam Hadits Secara Umum dan Hadits Puasa Dawud
Kesunahan puasa Rajab sudah tercakup dalam hadits yang menganjurkan berpuasa secara umum, seperti hadits qudsi:
يقول الله كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ له إلَّا الصَّوْمَ
Artinya :“Allah berfirman, seluruh amal Ibnu Adam diperuntukan kepadanya kecuali puasa.”
Atau hadits Nabi tentang puasa Daud:
إنَّ أَفْضَلَ الصِّيَامِ صِيَامُ أَخِي دَاوُد كان يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Sesungguhnya puasa yang paling utama adalah puasanya saudaraku Daud, ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari berikutnya.”
Dalam hadits tersebut, Rasulullah tidak mengecualikan bulan tertentu, termasuk Rajab.
Ibnu Hajar menegaskan:
وكان دَاوُد يَصُومُ من غَيْرِ تَقْيِيدٍ بِمَا عَدَا رجب من الشُّهُورِ
“Dan Nabi Daud berpuasa tanpa ada batasan pengecualian di bulan Rajab.”
#3. Puasa Rajab tercakup Dalam Hadits Sunnah Puasa Di Bulan-bulan Haram
Kesunahan puasa Rajab sudah tercakup dalam hadits yang menganjurkan berpuasa di bulan-bulan haram.
Dan sudah sangat maklum, Rajab termasuk dari bulan-bulan haram, bahkan tergolong yang paling mulia di antara bulan-bulan haram tersebut. Seperti dalam hadits riwayat Abi Daud, Ibnu Majah dan lainnya:
عن الْبَاهِلِيِّ أَتَيْت رَسُولَ اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم فَقُلْت يا رَسُولَ اللَّهِ أنا الرَّجُلُ الذي أَتَيْتُك عَامَ الْأَوَّلِ قال فما لي أَرَى جِسْمَك نَاحِلًا قال يا رَسُولَ اللَّهِ ما أَكَلْت طَعَامًا بِالنَّهَارِ ما أَكَلْته إلَّا بِاللَّيْلِ قال من أَمَرَك أَنْ تُعَذِّبَ نَفْسَك قُلْت يا رَسُولَ اللَّهِ إنِّي أَقْوَى قال صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ الْأَشْهُرَ الْحُرُمَ
Artinya: “Dari al-Bahili, aku mendatangi Nabi, dan berkata: ‘Ya Rasul, aku adalah laki-laki yang mendatangimu di tahun yang lalu.’ Rasul menjawab, ‘Aku lihat badanmu semakin kurus.’ Ia menjawab, ‘Ya Rasul, aku tidak makan di siang hari, aku makan hanya di malam hari.’ Rasul berkata, ‘Siapa yang memerintahmu untuk menyiksa dirimu?’ Aku berkata, ‘Ya Rasul sesungguhnya aku kuat (berpuasa).’ Rasul berkata, ‘Berpuasa di bulan sabar dan tiga hari setelahnya, berpuasalah di bulan-bulan mulia.”
وفي رِوَايَةٍ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا من كل شَهْرٍ قال زِدْنِي فإن لي قُوَّةً قال صُمْ يَوْمَيْنِ قال زِدْنِي فإن لي قُوَّةً قال صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ من الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ من الحرم وَاتْرُكْ وقال بِأُصْبُعِهِ الثَّلَاثِ يَضُمُّهَا ثُمَّ يُرْسِلُهَا
Artinya : “Dalam riwayat lain disebutkan, berpuasalah di bulan sabar dan satu hari di setiap bulannya. Al-Bahili menjawab, ‘Tambahkan lagi ya Rasul, sesungguhnya aku masih sanggup.’ Rasul berkata, ‘Berpuasalah dua hari.’ Al-Bahil berkata, ‘Tambahkan lagi ya Rasul, sesungguhnya aku masih sanggup.’ Rasul berkata, ‘Berpuasalah tiga hari setelahnya, berpuasalah dari bulan haram, tinggalkanlah dari bulan haram, berpuasalah dari bulan haram dan tinggalkanlah darinya.’ Nabi berisyarah dengan ketiga jarinya seraya mengumpulkan dan melepaskannya.”
Setelah mengutip hadits di atas, Syekh Ibnu Hajar menegaskan:
فَتَأَمَّلْ أَمْرَهُ صلى اللَّهُ عليه وسلم بِصَوْمِ الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ في الرِّوَايَةِ الْأُولَى وَبِالصَّوْمِ منها في الرِّوَايَةِ الثَّانِيَةِ تَجِدهُ نَصًّا في الْأَمْرِ بصوم رَجَب أو بِالصَّوْمِ منه لِأَنَّهُ من الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ بَلْ هو من أَفْضَلِهَا
Artinya : “Renungkanlah perintah Nabi dengan berpuasa penuh di bulan haram dalam riwayat pertama, dan berpuasa di sebagian hari bulan haram dalam riwayat kedua, maka engkau akan menemukan dalil nash yang tegas tentang anjuran berpuasa di sepanjang bulan Rajab atau beberapa hari darinya, sebab Rajab termasuk bulan-bulan mulia, bahkan termasuk yang paling utama di antara bulan-bulan mulia tersebut.”
(Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatâwâ al-Fiqhiyyah al-Kubrâ, Beirut, Dar al-Fikr, 1983 M, juz.2, hal.53)
#4. Puasa Rajab Dalam Hadits Dha'if
Terdapat beberapa hadits dla’if yang menganjurkan berpuasa di bulan Rajab secara khusus, di antaranya hadits riwayat al-Baihaqi dari sahabat Anas:
إنَّ في الْجَنَّةِ نَهْرًا يُقَالُ له رَجَبٌ أَشَدُّ بَيَاضًا من اللَّبَنِ وَأَحْلَى من الْعَسَلِ من صَامَ من رَجَبٍ يَوْمًا سَقَاهُ اللَّهُ من ذلك النَّهْرِ
Artinya : “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sungai yang disebut Rajab, lebih putih dari susu, lebih manis dari madu. Barang siapa berpuasa dari bulan Rajab satu hari, maka Allah kelak memberinya minum dari sungai tersebut.”
Hadits ini tergolong hadits mauquf atas Abi Qilabah, seorang tabi’in.
Dalam hadits lain disebutkan:
عن أبي هُرَيْرَةَ أَنَّ النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم لم يَصُمْ بَعْدَ رَمَضَانَ إلَّا رَجَبَ وَشَعْبَانَ
Artinya : “Dari Abi Hurairah, sesungguhnya Nabi tidak berpuasa setelah Ramadlan kecuali di bulan Rajab dan Sya’ban.” Sanad hadits ini adalah lemah (dla’if).
Meski tergolong dla’if, namun hadits di atas dapat dipakai dalam konten yang berkaitan dengan keutamaan amal (fadlail al-a’mal), dan berpuasa Rajab termasuk dalam konteks ini.
Syekh Ibnu Hajar menegaskan:
وقد تَقَرَّرَ أَنَّ الحديث الضَّعِيفَ وَالْمُرْسَلَ وَالْمُنْقَطِعَ وَالْمُعْضَلَ وَالْمَوْقُوفَ يُعْمَلُ بها في فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ إجْمَاعًا وَلَا شَكَّ أَنَّ صَوْمَ رَجَبٍ من فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ فَيُكْتَفَى فيه بِالْأَحَادِيثِ الضَّعِيفَةِ وَنَحْوِهَا وَلَا يُنْكِرُ ذلك إلَّا جَاهِلٌ مَغْرُورٌ
Artinya : “Dan merupakan ketetapan bahwa hadits dla’if, mursal, munqathi’, mu’dlal dan mauquf dapat dipakai untuk keutamaan amal menurut kesepakatan ulama. Tidak diragukan lagi bahwa berpuasa Rajab termasuk dalam keutamaan amal, maka cukup memakai hadits-hadits dla’if dan sesamanya. Dan tidak mengingkari kesimpulan ini kecuali orang bodoh yang tertipu.”
(Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatâwâ al-Fiqhiyyah al-Kubrâ, Beirut, Dar al-Fikr, 1983 M, juz.2, halaman 53)
Kesimpulan Dalil Puasa Rajab
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Dialog Utsman Ibn Hakim al-Anshari dan Sa’id Ibn Jubair, yang disebutkan dalam Kitab Shahih Muslim, yang menegaskan bahwa Rasulullah berpuasa di Bulan Rajab.
- Tanggapan Imam Ibnu Hajar al-Haitami, berkenaan dengan hukum Puasa bulan Rajab
- Bahwa hadits-hadits Maudhu tentang puasa Rajab, memang ada dan tidak dibenarkan, namun bukan dijadikan landasan dalil.
- Bahwa Puasa Rajab, tercakup pada hadis tentang kesunnahan puasa secara umu, dan puasa Dawud.
- Bahwa Puasa Bulan Rajab, tercakup dalam hadits tentang kesunnahan puasa di bulan-bulan Haram (Asyhurul Hurum)
- Bahwa meski hadits tentang puasa Rajab terbilang Dha'if / Lemah, namun tetap bisa diamalkan berdasarkan Fadhailul A'mal.
Dengan kesimpulan diatas, maka bisa diambil kesimpulan, bahwa Puasa di bulan Rajab tetap sunnah berlandaskan uraian dalil dan analisa tersebut diatas.
Demikianlah ulasan dan penjelasan tentang Dasar dan Dalil Hukum Sunnah Puasa Bulan Rajab yang perlu sahabat ketahui, semoga memberikan manfaat.
Posting Komentar untuk "Hukum dan Dalil Puasa Bulan Rajab Yang Perlu Anda Ketahui"
Anda Mendapatkan Manfaat Dari Informasi Galeri Kitab Kuning? Tulis Komentar dengan Sopan, dan Tanpa memberi Link Aktif atau Non Aktif
Jangan Pakai Bahasa Yang Negative
Mohon maaf jika balasan kami telat, dan sesegera mungkin akan kami tanggapi.
Hormat Kami
Admin Galeri Kitab Kuning