Galeri Kitab Kuning - JAKARTA, Pemerintah telah menggulirkan program vaksinasi tahap pertama, dengan Tenaga Kesehatan yang diperkirakan berjumlah 1.5 Juta menjadi prioritas, hingga akhir Februari 2021.
Namun ditengah-tengah upaya pemerintah mencapai target tersebut, dr Syahrizal Syarif, Epidemolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), menyebutkan target tersebut sangat sulit tercapai, sehingga di lapangan terjadi akal-akalan vaksinasi.
Dikutip dari nu.or.id, dr Syahrizal Syarif menjelaskan, hal yang memberatkan adalah adanya vaksin hanya diberikan kepada orang sehat usia 18-59 tahun., yang tertuang pada rekomendasi yang diberikan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Padahal, menurut Syahrizal, perusahaan produsen Sinovac sudah menyatakan secara resmi bahwa vaksinnya aman digunakan untuk orang lanjut usia. Namun, Indonesia saat ini belum juga mengoreksi kebijakan yang sebenarnya itu direkomendasikan ITAGI.
"Target 1,5 juta tenaga kesehatan divaksin sampai akhir Februari nanti, jelas tidak bisa. Karena syaratnya, mereka yang berusia di atas 59 tahun sekalipun tenaga kesehatan, tidak akan mendapat vaksin,"
"Senior-senior saya yang bekerja di RS Persahabatan, RS Cipto Mangunkusumo, RS Sulianti Suroso itu adalah dokter senior yang punya risiko sangat tinggi terkena Covid-19. Mereka tidak bisa dapatkan karena mereka usianya di atas 59 tahun. Ini jadi hambatan besar," kata Syahrizal kepada NU Online, Selasa (2/2).
Menurutnya, kebijakan tersebut salah, sebab WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) tidak memberikan rekomendasi pembatasan usia.
Ia menyayangkan rekomendasi ITAGI yang dianggap mengada-ada itu. Sebab pada kenyataannya, Turki dan Brazil sudah memberikan vaksin Sinovac kepada orang-orang lansia dan komorbid. Hal tersebut membuat kedua negara itu berhasil mengendalikan wabah.
Hambatan lain pada vaksinasi tahap pertama hingga akhir Februari nanti juga karena banyak tenaga kesehatan yang hipertensi (darah tinggi) sehingga gagal divaksin.
"Tapi yang terjadi di lapangan adalah akal-akalan. Akhirnya diakali minum obat dulu, setengah jam kemudian diperiksa lagi tensinya sudah turun, baru divaksin. Tapi daripada akal-akalan, lebih baik nggak usah sama sekali," kata Syahrizal dengan nada bicara yang tinggi.
"Jadi sampai hari ini, Kemenkes belum mengoreksi (kebijakan syarat pemberian vaksin). ITAGI juga harus mengoreksi sebagai pemberi rekomendasi kebijakan vaksin. Tapi ITAGI katanya menunggu hasil bukti ilmiah bahwa Sinovac aman untuk lansia," papar Syahrizal.
"Pertanyaan saya, menunggu bukti yang dari mana lagi? Padahal Brazil dan Turki sudah memberikan kepada lansia, official Sinovac sudah menyatakan bahwa vaksinnya aman pada lansia. Jadi saya heran, ITAGI menunggu bukti mana sih? Padahal Indonesia sendiri tidak melakukan penelitian terhadap lansia," lanjutnya, tegas.
Walhasil, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan ini tetap mendorong dan berharap agar Kementerian Kesehatan berkenan untuk mengevaluasi kebijakannya itu.
"Jadi bukan hanya soal persyaratan screening pemberian vaksin. Tapi juga hendaknya mempertimbangkan berbagai perkembangan baru terkait Sinovac, bahwa vaksin ini aman untuk lansia. Jadi saya kira dua hal itu harus dievaluasi oleh Kemenkes," katanya.
Terakhir, sekali lagi ia menyatakan dan menegaskan bahwa program vaksinasi Covid-19 di Indonesia berjalan tidak sesuai target.
Pemerintah sendiri menargetkan bakal melakukan vaksinasi kepada 900 ribu hingga satu juta orang per hari.
"Tapi kenyataannya hanya 200-300 ribu. Itu kenapa? Karena pemberian vaksin di Indonesia terdapat persyaratan umur yaitu hanya digunakan untuk usia 18-59 tahun," katanya.
Ia membandingkan dengan India yang sudah berhasil mengendalikan wabah. Di sana, rata-rata per hari pasien Covid-19 sekitar 92 ribu.
Namun, belakangan ini menurun sekitar 12 ribu per hari. Menurut Syahrizal, India adalah negara paling besar dengan jumlah persentase yang divaksin.
"Di sana, vaksinasi sudah terlebih dulu dimulai dibanding Indonesia. Sudah besar pula proporsi penduduk yang divaksin. Setelah divaksin, angka kematian dan kasus aktif turun. Di India itu aturan soal protokol kesehatan ketat sekali dan vaksinasi berjalan dengan baik di sana," jelasnya.
Kesimpulan:
Program Vaksinasi tahap pertama, yang ditargetkan rampung pada akhir Februari 2021 untuk tenaga kesehatan, mendapatkan tanggapan dari Epidemiolog UI, dr Syahrizal Syarif, yang juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan.
Menurutnya, hal yang memberatkan dan sulit mencapai target tersebut, adalah :
- Rekomendasi Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), terkait batasan umur yang boleh divaksin, yakni antara umur 18 - 59 tahun
- Saat ini banyak tenaga medis yang gagal vaksin, akibat diantara mereka yang hipertensi (darah tinggi)
sumber : https://www.nu.or.id/post/read/126446/epidemiolog-ungkap-ada-akal-akalan-vaksinasi-covid-19-untuk-tenaga-kesehatan
Posting Komentar untuk "Epidemiolog; Ada Akal-akalan Vaksinasi Covid-19 Bagi Tenaga Kesehatan"
Anda Mendapatkan Manfaat Dari Informasi Galeri Kitab Kuning? Tulis Komentar dengan Sopan, dan Tanpa memberi Link Aktif atau Non Aktif
Jangan Pakai Bahasa Yang Negative
Mohon maaf jika balasan kami telat, dan sesegera mungkin akan kami tanggapi.
Hormat Kami
Admin Galeri Kitab Kuning