Khutbah Idul Adha Tema Tiga Makna di Balik Ibadah Haji
Galeri Kitab Kuning | Materi Khutbah Idul Adha 2022 kali ini akan mengambil sebuah tema yang berjudul Tiga Makna di Balik Ibadah Haji.
Baca Juga : Naskah Khutbah Terbaru : Anugerah Besar Bagi Orang Bertakwa
Baca Juga : Contoh Khutbah Idul Adha 2022 Lengkap Namun Singkat
Dalam Khutbah Idul Adha 2022, kami sengaja memilihkan tema Tiga Makna di Balik Ibadah Haji agar para jamaah bisa mengetahui lebih dalam mengenai makna di balik ibadah haji.
Khutbah I
اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ
كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً،
لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ
جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ
فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ
يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ
وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ
الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ
الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ.
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,
Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu dari empat bulan haram
(dimuliakan) di dalam Islam. Tiga bulan lainnya adalah Muharram, Rajab, dan
Dzulqa’dah. Keistimewaan Dzulhijjah ditandai antara lain dengan adanya
ibadah-ibadah tertentu yang tidak mungkin dikerjakan umat Islam di bulan-bulan
lainnya, yakni haji dan kurban. Secara bahasa dzulhijjah merupakan frasa yang
terdiri dari kata dzû (memiliki) dan al-hijjah (haji).
Dinamakan demikian karena hanya di bulan ke-12 dalam
kalender hijriah ini, ada pelaksanaan ibadah haji. Haji merupakan rukun Islam
yang kelima. Karena masuk rukun atau pilar, ibadah ini tentu bukan ibadah yang
remeh. Ia wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu. Kemampuan ini
meliputi kemampuan secara fisik, ekonomi, juga keamanan. Dengan bahasa lain,
ketika seseorang sudah memiliki biaya yang mencukupi, kesehatan fisik yang
memadai, dan kondisi aman yang memungkinkan ia sampai ke Tanah Suci, maka ia
wajib melaksanakan ibadah tersebut. Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 97
menyatakan:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang
siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Namun demikian, ibadah haji juga kadang terkait dengan
pengalaman spiritual orang. Karena betapa banyak orang Muslim kaya raya yang
tak kunjung menunaikan ibadah haji. Sebaliknya, betapa banyak orang bergaji
rendah, justru diberi kemampuan untuk ibadah haji. Semangat dan pengalaman
batin seseorang amat berpengaruh terhadap seberapa kuat niat berhaji itu
tumbuh. Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,
Dalam ibadah haji, banyak sekali ritual atau manasik yang
tak serta merta bisa ditangkap alasannya secara nalar. Jika kita diperintahkan
untuk berpuasa Ramadhan tiap tahun, orang mungkin bisa menjelaskan secara
rasional dari sudut pandang medis. Demikian juga dengan perintah zakat, yang
bisa ditemukan alasannya secara sosial dan ekonomi, yakni agar harta tidak
hanya berputar pada segelintir orang saja. Tidak demikian dengan haji. Rukun
kelima dalam Islam ini sarat ritual-ritual yang bisa dipahami dengan
memosisikannya sebagai simbol-simbol yang penuh makna. Pertama yang bisa
ditangkap adalah makna tauhid. Makna ini tersirat dalam posisi Ka’bah sebagai
sentra kedatangan para jamaah dari berbagai belahan dunia. Jutaan orang dari
berbagai penjuru dan bangsa berkumpul dalam satu pusat, tanpa dibedakan bahwa
satu daerah lebih utama dibanding daerah lainnya. Ini adalah simbol bahwa
tujuan dari keseluruhan hidup ini adalah satu, yakni Allah ﷻ. Penjulukkan Ka’bah sebagai “baitullah” (rumah Allah) harus
dipahami dalam makna tersebut, bukan Allah bersemayam di dalam Ka’bah. Begitu
pula dengan Hajar Aswad yang terletak di sudut timur laut Ka'bah. Kedudukannya
yang mulia hingga orang-orang berebut menyentuh dan menciumnya tidak boleh
sampai membuat mereka menyembahnya. Anjuran menyentuh dan mencium Hajar Aswad
muncul sekadar karena mengikuti sunnah Nabi. Sebagaimana dikatakan Sayyidina
Umar bin Khattab:
إِنِّي أَعْلَمُ
أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Artinya: “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu. Tidak bisa
mendatangkan bahaya atau manfaat apa pun. Andai saja aku ini tak pernah
sekalipun melihat Rasulullah shallahu alaihi
wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.” (HR: Bukhari)
Kedua adalah makna kemanusiaan. Pakaian ihram yang dikenakan
orang-orang saat memulai haji adalah simbol kesamaan dan kesetaraan semua
manusia. Dalam ihram seluruh pakaian dianjurkan berwarna putih. Bagi jamaah
haji laki-laki bahkan harus mananggalkan semua pakaian berjahit dan
menggantinya dengan hanya dua helai kain. Kaum laki-laki dilarang mengenakan
topi atau peci, sedangkan jamaah perempuan dilarang mengenakan cadar. Ritual
ini menandai kesatuan identitas manusia sebagai hamba Allah, dan melepaskan
identitas-identitas selainnya, seperti suku, ras, nasab, jabatan politik, kelas
ekonomi, dan ketokohan.
Pemulung, selebritis, ulama, menteri, atau presiden datang
ke Tanah Suci sebagai hamba Allah, bukan sebagai orang dengan kedudukan
duniawinya. Makna kedua ini sekaligus mempertegas makna pertama, yakni nilai
tauhid. Konsekuensi dari menjunjung tinggi tauhid adalah mengakui bahwa tidak
ada yang lebih dimuliakan selain Allah ﷻ.
Manusia pada hakikatnya berada dalam kesetaraan. Standar kedudukan hanya bisa
dinilai dari sudut pandang Allah, melalui tingkat ketakwaannya. Manusia paling
mulia adalah mereka yang paling takwa kepada Allah ﷻ.
Sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha-Mengetahui lagi
Maha-Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)
Tak hanya pakaian-pakaian “kehormatan” duniawi yang dilepas,
jamaah haji dari berbagai bangsa dan negara juga bersama-sama meninggalkan
tempat asalnya untuk berkumpul di tempat yang sama. Pemandangan ini lebih
tampak ketika mereka sedang bersama-sama wukuf di Arafah. Mereka harus berdiam
di lokasi yang sama dan di bawah terik matahari yang sama. Ini menandakan bahwa
sesungguhnya manusia—siapa pun itu—pada akhirnya akan kembali pada Dzat yang
tunggal.
Ibadah haji adalah gambaran bahwa manusia harus kembali ke
fitrah aslinya sebagai hamba, baik ketika hidup maupun mati. Ketiga adalah
makna napak tilas sejarah kenabian. Haji juga menjadi momen mengenang jejak
nabi-nabi terdahulu, khususnya Nabi Adam, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad.
Perjalanan mereka bukanlah sejarah hidup yang kosong makna, melainkan
mengandung berbagai pelajaran yang penting diingat. Ritual melontar Jumrah,
misalnya, adalah jejak permusuhan Nabi Adam kepada setan. Kita diingatkan tentang
pentingnya selalu waspada terhadap berbagai tipu daya musuh terlaknat ini.
Begitu juga tentang ritual Sa’i. Ia menyimpan sejarah perjuangan Siti Hajar
mencari air untuk putranya, Ismail, ketika ditinggal sang suami, Nabi Ibrahim
‘alaihis salam. Lari-lari yang berulang sampai tujuh kali merupakan simbol
kegigihan ikhtiar yang tak kenal putus asa. Hingga akhirnya pertolongan Allah
pun datang dengan memancar air secara tiba-tiba dari bawah kaki Nabi Ismail.
Mata air itu kita kenal hingga sekarang sebagai sumur Zamzam. Jamaah shalat
Idul Adha hafidhakumullah, Allah tak mewajibkan haji untuk setiap orang
sebagaimana shalat. Kewajiban haji hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu.
Untuk yang sudah atau sedang berhaji, penting baginya tak menyia-nyiakan kewajiban
ini dengan memenuhi segala ketentuan haji, juga makna-makna dalam segenap
ritual yang dijalankan. Bagi yang belum mampu ke Tanah Suci, cukup baginya
berikhtiar semampunya dan menyerap makna haji untuk kemudian kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Haji adalah perjalanan suci, bukan wisata untuk meraih
kebanggaan diri. Karena itu, bagi yang belum diberi kemampuan menunaikan haji
tak perlu berkecil hati selama kita selalu berusaha menjadi pribadi-pribadi
yang bertakwa: memegang prinsip tauhid, menghargai kemanusiaan, dan menjalankan
ketentuan syariat sebagaimana diajarkan Rasulullah. Wallahu a’lam.
بَارَكَ الله
لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ
مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ
وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ
اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ
إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ
اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ
اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ
بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ
النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ
إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ
Posting Komentar untuk "Khutbah Idul Adha Tema Tiga Makna di Balik Ibadah Haji"
Anda Mendapatkan Manfaat Dari Informasi Galeri Kitab Kuning? Tulis Komentar dengan Sopan, dan Tanpa memberi Link Aktif atau Non Aktif
Jangan Pakai Bahasa Yang Negative
Mohon maaf jika balasan kami telat, dan sesegera mungkin akan kami tanggapi.
Hormat Kami
Admin Galeri Kitab Kuning